Kamis, 21 Februari 2013

Semoga Nenek Masuk Surga


Kematian  juga  dikemukakan  oleh  Al-Quran  dalam   konteks
menguraikan  nikmat-nikmat-Nya  kepada  manusia. Dalam surat
Al-Baqarah (2): 28 Allah mempertanyakan  kepada  orang-orang
kafir.
 
     "Bagaimana kamu mengingkari (Allah) sedang kamu
     tadinya mati, kemudian dihidupkan (oleh-Nya),
     kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya
     kembali, kemudian kamu dikembalikan kepada-Nya."
 
Nikmat yang diakibatkan  oleh  kematian,  bukan  saja  dalam
kehidupan   ukhrawi   nanti,  tetapi  juga  dalam  kehidupan
duniawi, karena tidak dapat  dibayangkan  bagaimana  keadaan
dunia kita yang terbatas arealnya ini, jika seandainya semua
manusia hidup terus-menerus tanpa mengalami kematian.
 
Muhammad Iqbal menegaskan bahwa mustahil  sama  sekali  bagi
makhluk  manusia  yang  mengalami perkembangan jutaan tahun,
untuk  dilemparkan  begitu  saja  bagai  barang  yang  tidak
berharga.  Tetapi itu baru dapat terlaksana apabila ia mampu
menyucikan dirinya secara terus menerus. Penyucian jiwa  itu
dengan  jalan menjauhkan diri dari kekejian dan dosa, dengan
jalan amal saleh. Bukankah Al-Quran menegaskan bahwa,
 
     "Mahasuci Allah Yang di dalam genggaman
     kekuasaan-Nya seluruh kerajaan, dan Dia Mahakuasa
     atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan
     hidup untuk menguji kamu siapakah di antara kamu
     yang paling baik amalnya, dan sesungguhnya Dia
     Mahamulia lagi Maha Pengampun" (QS Al-Mulk [67]:
     1-2).1
 
Demikian  terlihat  bahwa  kematian  dalam  pandangan  Islam
bukanlah  sesuatu  yang  buruk,  karena di samping mendorong
manusia untuk  meningkatkan  pengabdiannya  dalam  kehidupan
dunia  ini,  ia  juga merupakan pintu gerbang untuk memasuki
kebahagiaan abadi, serta mendapatkan keadilan sejati.
 
KEMATIAN HANYA KETIADAAN HIDUP DI DUNIA
 
Ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabi menunjukkan bahwa kematian
bukanlah  ketiadaan  hidup  secara  mutlak, tetapi ia adalah
ketiadaan hidup di dunia,  dalam  arti  bahwa  manusia  yang
meninggal pada hakikatnya masih tetap hidup di alam lain dan
dengan cara yang tidak dapat diketahui sepenuhnya.
 
     "Janganlah kamu menduga bahwa orang-orang yang
     gugur di jalan Allah itu mati, tetapi mereka itu
     hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki" (QS
     Ali-'Imran [3]: 169).
     
     "Janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang
     yang meninggal di jalan Allah bahwa 'mereka itu
     telah mati,' sebenarnya mereka hidup, tetapi kamu
     tidak menyadarinya" (QS Al-Baqarah [2]: 154).
 
Imam Bukhari meriwayatkan melalui sahabat Nabi Al-Bara'  bin
Azib,  bahwa  Rasulullah Saw., bersabda ketika putra beliau,
Ibrahim, meninggal dunia, "Sesungguhnya untuk dia  (Ibrahim)
ada seseorang yang menyusukannya di surga."
 
Sejarawan Ibnu Ishak dan lain-lain meriwayatkan bahwa ketika
orang-orang  musyrik  yang  tewas  dalam  peperangan   Badar
dikuburkan    dalam    satu    perigi    oleh    Nabi    dan
sahabat-sahabatnya, beliau  "bertanya"  kepada  mereka  yang
telah  tewas  itu,  "Wahai  penghuni perigi, wahai Utbah bin
Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Ummayah bin Khalaf; Wahai  Abu
Jahl   bin   Hisyam,  (seterusnya  beliau  menyebutkan  nama
orang-orang yang di dalam perigi itu satu per  satu).  Wahai
penghuni  perigi!  Adakah  kamu  telah  menemukan  apa  yang
dijanjikanTuhanmu itu benar-benar ada? Aku  telah  mendapati
apa yang telah dijanjikan Tuhanku."
 
"Rasul. Mengapa  Anda  berbicara  dengan  orang  yang  sudah
tewas?"  Tanya  para  sahabat.  Rasul menjawab: "Ma antum hi
asma' mimma aqul minhum,  walakinnahum  la  yastathi'una  an
yujibuni  (Kamu  sekalian tidak lebih mendengar dari mereka,
tetapi mereka tidak dapat menjawabku)."2
 
Demikian beberapa teks keagamaan yang dijadikan alasan untuk
membuktikan bahwa kematian bukan kepunahan, tetapi kelahiran
dan kehidupan baru.
 
MENGAPA TAKUT MATI?
 
Di atas telah dikemukakan beberapa faktor  yang  menyebabkan
seseorang merasa cemas dan takut terhadap kematian.
 
Di sini akan dicoba untuk melihat lebih jauh betapa sebagian
dari  faktor-faktor  tersebut  pada  hakikatnya  bukan  pada
tempatnya.
 
Al-Quran  seperti  dikemukakan  berusaha menggambarkan bahwa
hidup di akhirat jauh lebih baik daripada kehidupan dunia.
 
     "Sesungguhnya akhirat itu lebih baik untukmu
     daripada dunia" (QS Al-Dhuha [93]: 4).
 
Musthafa  Al-Kik  menulis  dalam   bukunya   Baina   Alamain
bahwasanya  kematian  yang dialami oleh manusia dapat berupa
kematian mendadak seperti serangan  jantung,  tabrakan,  dan
sebagainya,  dan  dapat  juga merupakan kematian normal yang
terjadi melalui proses  menua  secara  perlahan.  Yang  mati
mendadak  maupun  yang normal, kesemuanya mengalami apa yang
dinamai sakarat al-maut (sekarat)  yakni  semacam  hilangnya
kesadaran yang diikuti oleh lepasnya ruh dan jasad.
 
Dalam  keadaan  mati  mendadak,  sakarat  al-maut  itu hanya
terjadi beberapa saat singkat, yang mengalaminya akan merasa
sangat  sakit  karena  kematian  yang dihadapinya ketika itu
diibaratkan oleh Nabi Saw.- seperti "duri yang berada  dalam
kapas,  dan  yang dicabut dengan keras." Banyak ulama tafsir
menunjuk ayat Wa nazi'at gharqa (Demi malaikat-malaikat yang
mencabut  nyawa  dengan  keras)  (QS  An-Nazi'at  [79]:  1),
sebagai isyarat  kematian  mendadak.  Sedang  lanjutan  ayat
surat     tersebut     yaitu    Wan    nasyithati    nasytha
(malaikat-malaikat yang mencabut ruh  dengan  lemah  lembut)
sebagai   isyarat   kepada   kematian  yang  dialami  secara
perlahan-lahan.3
 
Kematian yang melalui proses lambat itu dan yang  dinyatakan
oleh  ayat  di  atas  sebagai "dicabut dengan lemah lembut,"
sama keadaannya dengan proses yang  dialami  seseorang  pada
saat  kantuk  sampai  dengan  tidur. Surat Al-Zumar (39): 42
yang  dikutip   sebelum   ini   mendukung   pandangan   yang
mempersamakan  mati  dengan tidur. Dalam hadis pun diajarkan
bahwasanya tidur identik dengan kematian. Bukankah doa  yang
diajarkan  Rasulullah  Saw.  untuk  dibaca  pada saat bangun
tidur adalah:
 
     "Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami
     (membangunkan dari tidur) setelah mematikan kami
     (menidurkan). Dan kepada-Nya jua kebangkitan
     (kelak)."
 
Pakar tafsir Fakhruddin Ar-Razi, mengomentari surat Al-Zumar
(39): 42 sebagai berikut:
 
     "Yang pasti adalah tidur dan mati merupakan dua
     hal dari jenis yang sama. Hanya saja kematian
     adalah putusnya hubungan secara sempurna, sedang
     tidur adalah putusnya hubungan tidak sempurna
     dilihat dari beberapa segi."
 
Kalau  demikian.  mati  itu  sendiri  "lezat  dan   nikmat,"
bukankah   tidur   itu   demikian?  Tetapi  tentu  saja  ada
faktor-faktor ekstern yang dapat menjadikan  kematian  lebih
lezat dari tidur atau menjadikannya amat mengerikan melebihi
ngerinya   mimpi-mimpi   buruk   yang    dialami    manusia.
Faktor-faktor  ekstern  tersebut muncul dan diakibatkan oleh
amal manusia yang diperankannya dalam kehidupan dunia ini
 
Nabi Muhammad Saw. dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
Imam   Ahmad   menjelaskan   bahwa,  "Seorang  mukmin,  saat
menjelang kematiannya, akan didatangi oleh  malaikat  sambil
menyampaikan  dan  memperlihatkan  kepadanya  apa yang bakal
dialaminya setelah kematian. Ketika itu tidak ada yang lebih
disenanginya  kecuali  bertemu  dengan Tuhan (mati). Berbeda
halnya  dengan  orang  kafir  yang   juga   diperlihatkannya
kepadanya  apa  yang bakal dihadapinya, dan ketika itu tidak
ada sesuatu yang lebih dibencinya  daripada  bertemu  dengan
Tuhan."
 
Dalam surat Fushshilat (41): 30 Allah berfirman,
 
     "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan bahwa
     Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka meneguhkan
     pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada
     mereka (dengan mengatakan), 'Janganlah kamu merasa
     takut dan jangan pula bersedih, serta
     bergembiralah dengan surga yang dijanjikan Allah
     kepada kamu.'"
 
Turunnya  malaikat  tersebut  menurut  banyak  pakar  tafsir
adalah  ketika  seseorang  yang sikapnya seperti digambarkan
ayat di atas sedang menghadapi  kematian.  Ucapan  malaikat,
"Janganlah  kamu  merasa  takut"  adalah  untuk  menenangkan
mereka menghadapi maut  dan  sesudah  maut,  sedang  "jangan
bersedih"   adalah   untuk  menghilangkan  kesedihan  mereka
menyangkut persoalan dunia yang ditinggalkan  seperti  anak,
istri, harta, atau hutang.
 
Sebaliknya Al-Quran mengisyaratkan bahwa keadaan orang-orang
kafir ketika menghadapi kematian sulit terlukiskan:
 
     "Kalau sekuanya kamu dapat melihat
     malaikat-malaikat mencabut nyawa orang-orang yang
     kafir seraya memukul muka dan belakang mereka
     serta berkata, 'Rasakanlah olehmu siksa neraka
     yang membakar' (niscaya kamu akan merasa sangat
     ngeri)" (QS Al-Anfal [8]: 50)
     
     "Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di
     waktu orang-orang yang zalim berada dalam
     tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para
     malaikat memukul dengan tangannya sambil berkata,
     'Keluarkanlah nyawamu! Di hari ini, kamu dibalas
     dengan siksaan yang sangat menghinakan karena kamu
     selalu mengatakan terhadap Allah perkataan yang
     tidak benar, dan karena kamu selalu menyombongkan
     diri terhadap ayat-ayat-Nya" (QS Al-An'am [6]:
     93).
 
Di  sisi  lain,  manusia  dapat  "menghibur"  dirinya  dalam
menghadapi   kematian  dengan  jalan  selalu  mengingat  dan
meyakini bahwa semua manusia pasti akan mati. Tidak  seorang
pun  akan  luput  darinya,  karena  "kematian  adalah risiko
hidup." Bukankah Al-Quran menyatakan bahwa,
 
     "Setiap jiwa akan merasakan kematian?" (QS Ali
     'Imran [3]: 183)
     
     "Kami tidak menganugerahkan hidup abadi untuk
     seorang manusiapun sebelum kamu. Apakah jika kamu
     meninggal dunia mereka akan kekal abadi? (QS
     Al-Anbiya' [21]: 34)
 
Keyakinan  akan  kehadiran  maut  bagi  setiap  jiwa   dapat
membantu meringankan beban musibah kematian. Karena, seperti
diketahui, "semakin banyak yang terlibat dalam  kegembiraan,
semakin   besar   pengaruh   kegembiraan   itu   pada  jiwa;
sebaliknya,  semakin  banyak  yang  tertimpa  atau  terlibat
musibah, semakin ringan musibah itu dipikul."
 
Demikian  Al-Quran  menggambarkan kematian yang akan dialami
oleh manusia taat dan durhaka, dan demikian kitab suci  irõi
menginformasikan   tentang  kematian  yang  dapat  mengantar
seorang mukmin agar  tidak  merasa  khawatir  menghadapinya.
Sementara, yang tidak beriman atau yang durhaka diajak untuk
bersiap-siap menghadapi berbagai ancaman dan siksaan.
 
Semoga kita semua mendapatkan keridhaan Ilahi dan surga-Nya

Sabtu, 12 Januari 2013

Kampus Peradaban


Kampus peradaban , inilah harapan untuk sebuah kampus dan inilah yang menjadi harapan setiap kampus. Kampus adalah salah satu wadah yang menjadi salah satu tempat bagi para intelektual. Para intelektual datang dari berbagai penjuruh dan pelosok daerah untuk melanjutkan pendidikan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi dan untuk mengasah kembali keintelektualannya, inilah yang sering dinamakan dengan sebutan dunia kampus. Disinilah para intelektual intelektual mengaduh nasib dan berjuang untuk menjadikan sebuah proses untuk mengasah keintelektualannya dengan cara berproses untuk mencapai suatu titik dalam kehidupannya.
Para intelektual kampus atau biasa disebut dengan sebutan mahasiswa adalah sebagai pilar  dalam dunia Kampus. Mahasiswalah yang akan membuat kampus menjadi suatu tempat yang akan menjadi peradaban bagi intelektual inetlektual, akan tetapi perang mahasiswa  bukan hanya satu satunya pilar sebagai penentu untuk menjadikan kampus sebagai peradaban, ada berbagai pihak yang takkalah pentingnya untuk menjadikan kampus menjadi suatu peradaban, salah satunya adalah pihak yang sering dikatakan sebagai pelaksana atau penyedia, atau dengan sebutan para akademisi, atau sering disebut sebagai pembimbing bagi para intelektual dengan kata lain para pimpinan.
Apabila Para intelektual dan para pembimbing mempunyai arah yang jelas dan tujuan yang pasti dalam kehidupan dunia kampus, atau lebih sering disebut dengan kata visi dan misi, tentulah akan menciptakan yang namanya sebuah kampus yang berpradaban, yang bukan hanya sebutan kata kampus peradaban akan tetapi menjadikan tempat yang benar benar beradab, baik dilihat dari para mahasiswa maupun dari pihak pihak akademisi demi mencapai sebuah titik harapan didalam sebuah peradaban.
Akantetapi dengan realitas dan berbagai dinamika dinamika dan problematika problematika yang terjadi dalam dunia kampus, masih bisakah dikatakan kampus sebagai wadah bagi para intelektual,?Itu adalah sebuah pertanyaan yang mendasar untuk sebuah kampus, atau apakah kampus hanya sebagai sebuah simbol belaka yang menjadi sebuah tempat yang diagung agungkan para intelektual dalam mengasah keintelektualannya, akan tetapi itu hanya sebuah pandangan yang kosong tanpa arti dan makna yang jelas, dikarnakan apa yang dibayangkan sebagai tempat untuk mengasah keintelektualannya itu tidak sesuai dengan khorespondensi akan tetapi hanya sebuah tempat yang prakmatis.
Apalagi bila dikatakan kampus adalah sebuah peradaban untuk  intelektual intelektual, bagi saya itu adalah sesuatu yang kontradiksi dengan realitas yang ada, dikarnakan kampus peradaban itu hanya sebuah sebutan yang tidak  khorespondensi, karena apabila kita ingin melihat dan merasakan yang namanya sebuah peradaban itu tidak hanya sebagai sebutan kosong yang tanpa ada implementasinya. Maka timbullah pertanyaan Apakah kampus bisa dikatakan sebuah peradaban bagi para intelektual?, tentunya apabila kita melihat dan menganalisa dengan kondisi kampus dengan realitasnya, tentu kita akan mengatakan kampus itu tidak akan pernah bisa dikatakan sebuah tempat yang berpradaban.
Bukan lagi halnya dengan mahasiswa yang sering disebut dengan kata lain para intelektual kampus, yang tidak mempunyai tujuan dan arah yang pasti dalam menjalani layaknya kehidupan dalam dunia kampus yang hanya terjebak dan terjerumus dalam lilku liku dari berbagai dinamika dinamika dan rekayasa yang dibuat oleh pihak pihak yang seolah olah untuk kepentingan mahasiswa atau para intelektual, akantetapi itu hanya sebuah simbol belaka yang mempunyai tujuan dibalik tujuan itu, yang mempunyai tujuan yang tidak jelas dan menjadikan mahasiswa sebagai korban dari rekayasa sosial. Mereka para mahasiswa yang telah terjerumus dan terjebak dalam rekayasa yang telah dibuat oleh para kaum kaum yang biadab yang mengatakan dirinya beradab, telah membuat para mahasiswa menjadi budak budak dalam kehidupan dunia kampus. Akan tetapi Anehnya dan menurut saya sangat ironis ternyata banyak para mahasiswa yang telah terjerumus tidak mengatui bahwa dirinya telah berada dalam rekayasa kehidupan kampus.
Maka melihat realitas sebagaian mahasiswa, khususnya yang telah terjerumus dalam dinamika atau korban rekayasa, tentulah timbul pertanyaan. Masih layakkah mahasiswa dikatakan sebagai para intelektual.? Jawabannya tentu ada pada diri kita masing masing. Dan apabila kita menganngap diri kita sebagai mahasiswa atau dengan kata lain para intelektual, maka maknailah segala sesuatu dengan melihat makna dibalik realitas yang terjadi. Tentunya kita harus mempunyai pribadi yang tidak menjadi korban rekayasa dalam berbagai dinamika kampus, kita harus memiliki sifat yang biasa disebut dengan kata RAKUS, Rasional, Analisis, Kritis Universal dan sistematis, dalam bertindak atau dengan kata lain berpikir secara Radikal.
Jadi pada hakikatnya apabila kita ingin menjumpai yang namanya kampus sebagai wadah para intelektual, dan sebagai tempat untuk mengasah keintelektualan, apalagi sebuah tempat yang dikatakan sebuah tempat yang berpradaban maka perlu ada realisasi yang aktualisasi demi meraih visi dan misi.

                                                                                                Analisis Kampus                 
                                                                                                Ramli


JIKA INGIN BESAR, HIMPUNLAH KEKUATAN!!! OLEH : MUH. KAMAL GANI S.


"Dan Allah telahmenjanjikankepada orang-orang yang beriman di antarakamudan yang mengerjakankebajikan, bahwaDiasungguhakanmenjadikanmerekaberkuasa di mukabumiinisebagaimanaDiatelahmenjadikan orang-orang sebelummerekaberkuasa. Dan sungguhDiaakanmeneguhkanbagimerekadengan agama yang telahDiaridhoi. Dan Diabenar-benarakanmengubah (keadaan)mereka, setelahberadadalamketakutanmenjadiamansentosa. Merekamenyembah-Ku dengantidakmempersekutukan-Kudengansesuatupun.Tetapibarangsiapa (tetap) kafirsetelah (janji) itu, makamerekaitulah orang-orang yang fasik"(QS. An-Nuur: 55)

Ayattersebutmerupakanayatmotivasi yang di dalamnya Allah Swt.telahberjanjikepada orang berimandanmengerjakanamalsholehbahwadiantaramerekaakanbermunculanpemimpin yang akanberkuasa di mukabumiini. Janji Allah Swt. merupakansebuahkepastian yang tidakakanpernahdiklarifikasi.Sejarahtelahmencacatbahwaterdapatbanyak orang berimanlagisholehmemimpinumatdarikalanganNabidanRasulmaupundarikalanganpengikutnya.Sebutsaja Abu BakarShiddiq, Umar Bin Khattab, Usman bin Affan, Ali Bin Abu Thalib, Umar Bin Abdul Aziz, Muhammad Al Fatih, Salahuddin Al Ayyubi, Salman Al Farisi, Khalid Bin Walid, danmasihbanyaklagi, merekaadalahpemimpin-pemimpinshalehbukandarikalangannabidanrasultetapimampumengimanidanmengamalkanajaran-ajarannya.
Kisah-kisahpemimpinberimandansholehdalamsejarahbukanlahnarasibiasa.Kekuasaan yang diraihbukanjugadengancarabiasa, merekaharusmelawanberbagaikekejamandaripenguasadiktatordanotoriterpadamasanya. Perlakuan yang merekadapatkantidaklahsesederhana yang kitabayangkan, merekadicaci, dikejar-kejar, dipenjarakan, ataubahkanmendapatsayatanpedangdarimusuh.Dari itukitadapatmembayangkanbahwauntukmemperolehkekuasaantidaklahsemudahmembalikantelapaktangan.Ternyataadabanyaktahapan yang merekalaluisebelumakhirnyamenumbangkanrezimpenguasazhalimkemudianmeraihkemenangandanberkuasa.
“Dan Kami hendakmemberikankaruniakepada orang-orang yang tertindas di bumi, danhendakmenjadikanmerekapemimpindanmenjadikanmereka orang-orang yang mewarisi (bumi), danakan Kami teguhkankedudukanmereka di mukabumidanakan Kami perlihatkankepadaFir’aun, Haman danbalatentaranyaapa yang selalumerekakhawatirkandarimerekaitu”  (QS Al Qashash:6)
Kemenangantidakdiraihdengankuantitasdankualitaspendukung yang rendah.Untukmemenangkanpeperangantentunyatidakdihadapipemimpinseorangdiri, adabanyakkekuatan yang berada di belakangnya, itulah yang menjadifaktorkemenangan.LihatlahkondisisaatPerangBadar, denganjumlahpasukanmuslim yang sedikitdibandingpasukanlawanberbandingsatu banding tigatetapi di akhirpeperanganternyatapasukanmuslimmemperolehkemenangan, iniberarti yang menjadifaktorutamadarikemenanganitubukanlahdarikuantitastetapikualitaspasukan yang hebatdankeimanan yang merekamiliki. Orang-orang yang paling kuatditempatkandi bagiandepanuntukmemimpinpasukandibelakangnyagunanya agar menumbuhkanoptimismepasukan dibelakangnyadanjugabarisantidakakanmudahditembusolehlawan. Bayangkanjika orang-orang lemahditempatkandi depan,belummenyerangsudahmundurduluan.Mungkinkitaberpikirfaktorkuantitas yang tinggimenentukankemenangan, akantetapirealitaPerangBadartelahmembuktikandanmengubahparadigma.
Nah,sekarangmarirealitasejarahitukitabawakekampus.Namunsebelumnyakitaperlutahukondisikampuspadaumumnya.Ada banyakkebaikan-kebaikan yang munculdarikampusnamuntidaksedikitjugakemungkaranmuncul di tengah-tengahmasyarakatnya.Sebagaicontohanarkisme, tindakanasusila, korupsi, dan lain-lain.Kampusolehbeberapa orang dikatakansebagaiminiaturperadabandanmerupakancita-citakitasemuadimanamasyarakat di dalamnyajugaberadab. Di kampusjugaterdapatbanyaklembagaatauorganisasi yang ikutmewarnaipolapikirmasyarakatnyabaikitu “kekiri-kirian” sampai “yang paling kanan”, salahsatunyaadalahLembagaDakwahKampus yang dianggapsebagailembaga “pertengahan”. Pertengahan yang dimaksudyaitutidakmemihakpadakeduanyanamunpunyaprinsipdanwarnasendiridalammerealisasikankebenaranmelaluireferensiutamaumatmuslim,Al-Qur’an dan As-Sunnah.
KeberadaanLembagaDakwahKampus (LDK)sebagailembaga formal atau non formal di kampusmerupakanjawabandarikegelisahanataskekhawatiran yang terjadi di masyarakatkampus.Denganvisidanmisi yang jelasdiharapkanmampumengubahkondisitersebutmenjadikeadaan yang lebihbaik.Namun di beberapakampuskeberadaan LDK belumdikatakansebagailembaga yang diperhitungkan di kampuskarenaperannya yang masihbelummaksimalditengah-tengahmasyarakatkampus.
Sistemkelembagaan yang jelasdanterarahmerupakanciridariLembagaDakwahKampus.Keberagamankondisikampusjugamenyebabkanpoladakwah LDK harusberagamtetapitentunyatetapberadapadajalurkebenarandankoordinasipusat.Ibarattanah di sebuahlahan, adatanaman yang cocok di tanamidanada yang tidakcocok, dantidakbisadipaksakanjikatidakcocok, semuanyatergantungpadakondisiekosistemnya.JikakitamengkajiSirohNabawiyah, disituditerangkanbahwaRasulullah pun menerapkanpoladakwah yang beragam di beberapatempatdansesuaidenganobjekdakwahbeliaudalamkaitannyamenyebarkan Islamnamuntetapmemilikijalurkoordinasi yangtidakberbeda (Allah SWT., MalaikatJibril, Rasulullah, Umat).

JalurKoordinasi LDK
Puskomnas FSLDKPuskomda FSLDKLDKLDFLDJ
Keterangan: PusatKomunikasiNasional (Puskomnas), PusatKomunikasi Daerah (Puskomda), Forum Silaturrahim LDK (FSLDK), LembagaDakwahKampus (LDK), LembagaDakwahFakultas (LDF), LembagaDakwahJurusan (LDJ)

LDK Al Jami’ adalahsalahsatulembaga formal yang tergabungdalam Unit KegiatanMahasiswa di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar sejaktahun 2006 silam.Berdasarkansejarahitu, UKM LDK Al Jami’ terbilangmudadibanding UKM lainnya yang telah lama berdiri.Namunkiprahnya di kampus UIN Alauddinsangatnampakdi kalanganmahasiswamaupunbirokrasikampuslewat agenda-agenda syi’arnya.Agenda-agenda tersebut yang membuatlembagainimenjadidinamis.
Berikutinibeberapa biro dandepartemen yang adadalam UKM LDK Al Jami’:DepartemenKaderisasidanPengembangan SDM, DepartemenSyiar, DepartemenKajianStrategisantarlembaga, Biro Kesekretariatan, Biro Dana dan Usaha. Dari beberapaDepertemendan Biro tersebut, kesemuanyamembutuhkanbanyakpersonil, ide, daneksekutor.Kuantitastinggidalamsebuahlembagamemangpentinguntukpenyaluranamanah, semakinbanyakamanah yang ditetapkanmakasemakinbanyakbutuhpersonil.Namunfaktanya, lembagaatauorganisasi yang besartidakmemilikibanyakpersonil.Sebuahlembaga yang besartidakmembutuhkanpengurus yang banyakuntukbergeraktetapimembutuhkankualitaspengurus yang hebatuntukmenggerakkanmassasepertihalnyaputaranpusaran air dalamsebuahtempatpenampung, semakinkuatputarannyasemakinbesarpusaran yang ditimbulkan.Begitupula di LDK Al Jami’,hanyaorang-orang kuatdanhebat yang dijadikansebagaipengurus,gunanya agar dapatmemimpindanmenggerakkanmassauntukmendukungaksi-aksidakwah.Kekuatandankehebatanitulahirdarikeshalehanpribadi-pribadi yang menshalehkan.Dan sudahsaatnyamengulangisejarahpemimpin-pemimpinkuatdansholehmasalalusesuaijanji AllahSwt.

“Olehkarenaitu, sejakduluhinggasekarangpemudamerupakanpilarkebangkitan. Dalamsetiapkebangkitan, pemudaadalahrahasiakekuatannya. Dalamsetiapfikrah, pemudaadalahpengibarpanji-panjinya.” (Hasan al-Banna)

Makajikainginbesar, himpunlahkekuatan..!!! (eMKaGe’eS)

Suksesi Kepemimpinan dalam syariat islam



“Setiap kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” Mungkin kata-kata tersebut yang paling cocok dan pas bagi setiap orang muslim di jagad raya ini. Kenapa tidak, manusia diturunkan di bumi ini adalah sebagai khalifah yang memakmurkan dan menyemarakkan dunia. Mungkin kita juga sepakat bahwa pada setiap individu manusia muslim adalah seorang pemimpin. Yakni memimpin dirinya sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Berbicara tentang “kepemimpinan”, sungguh alangkah menumbuhkan jiwa semangat bagi setiap muslim yang peduli akan iman yang diembannya. Jika kita menoleh jauh ke belakang tentang sejarah awal Islam, tentulah kita akan menemukan banyak pelajaran yang luar biasa apabila diaplikasikan dalam dunia modern sekarang, khususnya dalam hal “kepemimpinan”. Bagaimana bentuk kepemimpinan Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya. Dan bagaimana cara pemilihan seorang pemimpin pada saat itu.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT kemuka bumi ini, sebagai khalifah (pemimpin) dimuka bumi ini, oleh sebab itu maka manusia tidak terlepas dari perannya sebagai pemimpin, dimensi kepemimpinan merupakan peran sentral dalam setiap upaya pembinaan. Hal ini telah banyak dibuktikan dan dapat dilihat dalam gerak langkah setiap organisasi. Peran kepemimpinan begitu menentukan bahkan seringkali menjadi ukuran dalam mencari sebab-sebab jatuh bangunnya suatu organisasi. Dalam pengertian dan hakikat kepemimpinan, sebenarnya dimensi kepemimpinan memiliki aspek-aspek yang sangat luas, serta merupakan proses yang melibatkan berbagai komponen didalamnya dan saling mempengaruhi.
Dewasa ini kita tengah memasuki Era Globalisasi yang bercirikan suatu interdependensi, yaitu suatu era saling ketergantungan yang ditandai dengan semakin canggihnya sarana komunikasi dan interaksi. Perkembangan dan kemajuan pesat di bidang teknologi dan informasi memberikan dampak yang amat besar terhadap proses komunikasi dan interaksi tersebut. Era globalisasi sering pula dinyatakan sebagai era yang penuh dengan tantangan dan peluang untuk saling bekerja sama. Dalam memasuki tatanan dunia baru yang penuh perubahan dan dinamika tersebut, keadaan dewasa ini telah membawa berbagai implikasi terhadap berbagai bidang kehidupan, termasuk tuntutan dan perkembangan bentuk komunikasi dan interaksi sosial dalam suatu proses kepemimpinan.
Setiap bangsa, nampaknya dipersyaratkan untuk memiliki kualitas dan kondisi kepemimpinan yang mampu menciptakan suatu kebersamaan dan kolektivitas yang lebih dinamik. Hal ini dimaksudkan agar memiliki kemampuan bertahan dalam situasi yang semakin penuh dengan persaingan, bahkan diharapkan mampu menciptakan daya saing dan keunggulan yang tinggi. Begitu pula dalam konteks pergaulan dan hubungan yang lebih luas, setiap negara-bangsa (nation state) dituntut mampu berperan secara aktif dan positif baik dalam lingkup nasional, regional maupun internasional.. Namun, harus disadari pula bahwa dalam setiap proses kepemimpinan, kita akan selalu dihadapkan pada suatu mata rantai yang utuh mulai dari yang paling atas sampai tingkat yang paling bawah dan ke samping. Karena itu, pemahaman serta pengembangan dalam visi dan perspektif kepemimpinan amat diperlukan dalam upaya mengembangkan suatu kondisi yang mengarah pada strategi untuk membangun daya saing, khususnya dalam upaya meningkatkan kualitas dan produktivitas bangsa yang ditandai oleh semangat kebersamaan  dan keutuhan.
Kita sekarang dihadapkan kepada dua dimensi kepemimpinan, antara kepemimpinan islam, dan kepemimpinan barat, islam telah memberi gambaran nyata akan keberhasilannya dalam memimpin suatu oraganisasi sebagaimana yang telah dilakukan oleh nabi kita muhammad saw. Akan tetapi disisi lain orientalis-orientalis barat dengan berbagai teorinya yang ilmiah mencoba mengalihkan perhatian masyarakat dari kepemimpinan islam, dan berpaling terhadap kepemimpinan yang ditawarkan oleh orang-orang barat yang jelas-jelas bertentangan dengan kepemimpinan dalam islam. Walaupun tidak seluruhnya bertentangan dengan kepemimpinan islam, akan tetapi ini bisa menjadi penyebab bagi ummat untuk meninggalkan aturan-aturan islam.
Dalam Al-Qur’an Surat An-nisa: 59 Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاًً(النساء:59)
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kesudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(Q.S An-Nisaa: 59)
Rasulullah Saw, adalah tauladan bagi umat dalam segala aspek kehidupan, khususnya dalam hal kepemimpinan ini beliau adalah sosok yang mencontohkan kepemimpinan paripurna dimana kepentingan umat adalah prioritas bagi beliau. Maka sangatlah tepat apabila kita sangat mengidealkan visi dan model kepemimpinan Muhammad SAW (sang revolusioner yang legendaries, manusia mulia kekasih Allah SWT).
Eggi yang merupakan seorang eksponen generasi muda, mengatakan secara tajam bahwa dalam sejarah umat manusia belum satupun dapat terwujud sosok pemimpin sehebat kepemimpinan Rasulullah SAW, iapun melontarkan sejumlah kriteria persyaratan yang harus ada dalam sosok seorang pemimpin, dari apa yang berusaha ia peroleh dari keteladanan kepemimpinan Rasulullah Saw, yaitu:
1. Pemimpin harus dekat dengan Tuhan dan konsisten memperjuangkan nilai-nilai dan ajaran Tuhan yang baik dan luhur.
2. Pemimpin haruslah seorang yang ikhlas (nothing to loose), tanpa mengharap pamrih kecuali untuk beribadah pada Tuhan melalui pengabdiannya kepada rakyat.
3. Pemimpin harus sosok yang jujur dan adil. Dan khalifah umar bin khaththab merupakan contoh pemimpin yang mampu membedakan mana kpentingan pribadi dan mana kepentingan Negara.
4. Pemimpin harus mencintai rakyat dan mendahulukan kepentingannya diatas kepentingan diri keluarga dan golongannya.
Nampaknya, empat kriteri tersebut masih sangat jauh dari harapan apabila kita melihat kembali pada realitas yang menindas saat ini.kepemimpinan dijadikan alat untuk mengeksploitasi rakyat. Padahal Islam memandang kepemimpinan sebagai sebuah beban (taklif) dan amanah, sehingga orang yang diberikan amanah kepemimpinan, dia harus mengedepankan pelayanan kepada masyarakat. Karena pemimpin adalah khadimul ummah (pelayan masyarakat).
Oleh karena itu, (Hilal: 2005) Sayid al-Wakil mengemukakan pendapatnya, bahwa: seorang pemimpin harus memiliki sekurang-kurangnya lima syarat, yaitu:
1. Muslim
2. Berilmu
3. Adil
4. Memiliki kemampuan memimpin (skill kepemimpinan)
5. Sehat jasmani sehingga dapat menjalankan tugas-tugasnya.
            Adapun gambaran kepemimpinan dalam perspektif Islam dan kepemimpinan perspektif Barat, yakni:
1.       Kepemimpinan Dalam Prespektif Islam
Nabi Muhammad SAW merupakan sosok pemimpin yang terkenal dengan kearifannya, sifat beliau yang menonjol dalam kepemimpinannya, tidak saja di akui oleh orang-orang islam sendiri tapi juga diakui oleh orang-orang orientalis barat yang nota bene mereka adalah orang-orang yang menentang islam, hal ini memberi gambaran kepada kita bahwasannya kepemimpinan dalam islam bukan saja hasilnya hanya dirasakan oleh umat islam itu sendiri , akan tetapi dirasakan oleh umat non muslim, Kepemimpinan islam memberikan prospek yang cerah bagi kelangsungan hidup manusia di Era Globalisasi sekarang ini yang sarat dengan krisis kepemimpinannya dan dekadensi moral akibat ulah-ulah para penguasa yang tidak bertanggung jawab. Dan perlu difahami pula bahwasannya seseorang dikatakan sebagai pemimpin manakala ia benar-benar beriman dan bertaqwa kepa Allah swt, dan inilah yang membedakan antara kepemimpinan dalam islam dan kepemimpinan menurut teori orang-orang barat.
Seorang pemimpin dalam islam itu tidak boleh terlepas ciri-ciri berikut ini sebagai pedoman dalam memilih calon pemimpin masa depan:
1) Setia; Pemimpin dan orang yang dipimpin terikat kesetiaan kepada Allah.
2) Tujuan; Pemimpin melihat tujuan organisasi bukan saja berdasarkan kepentingan kelompok tetapi juga dalam ruang lingkup tujuan Islam yang lebih luas.
3) Berpegang pada Syariat dan Akhlak Islam; Pemimpin terikat dengan peraturan Islam, boleh menjadi pemimpin selama ia berpegang pada perintah syariat. Waktu mengendalikan urusannya ia harus patuh kepada adab-adab Islam, khususnya ketika berurusan dengan golongan oposisi atau orang-orang yang tak sepaham.
4) Pengemban Amanah; Pemimpin menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah yang disertai oleh tanggung jawab yang besar. Qur’an memerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya untuk Allah dan menunjukkan sikap baik kepada pengikutnya.
            Di dalam Al-Qur’an Allah swt., berfirman:
الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الأُمُورِ(الحج:41(
“Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah perbuatan yang mungkar… “(QS.22:41).
2. Pemimpin Dalam presfektif Orientalis Barat
Pada dasarnya prinsip kepemimpinan dalam presfektif barat hampir sama dengan kepemimpinan dalam presfektif islam, untuk mencapai suatu keberhasilan dalam merealisasikan visi dan misi suatu perkumpulan atau organisasi, akan tetapi sebagai mana di jelaskan diawal tadi, bahwasannya kepemimpinan dalam islam bukan saja hanya mengurus masalah duniawi semata akan tetapi berkenaanpula dengan masalah akhirat juga, atau lebih spesifik lagi berkenaan dengan tanggung jawabnya selaku pemimpin kepada Allah swt, dalam artian pemimpin dalam islam bukan saja bertanggung jawab ketika didunia tapi ia juga harus bertanggung jawab membawa umatnya kejalan yang benar yang diridhai oleh Allah swt, sehingga selamat nanti diakhirat kelak. Berbeda dengan kepemimpinan dalam prespektif barat, mereka meyatakan bahwasannya seorang pemimpin ialah orang yang mampu mengendalikan massa, dan mampu menguasai mereka, tanpa menghiraukan penderitaan anggotanya atau organisasi-organisasi lainnya, yang penting dia merasa senang, walaupun harus tertawa diatas penderitaan orang lain, seperti yang telah dilakukan oleh pemimpin-pemipin barat, diantaranya, adolf Hitler, naji, josh.w.bush, dan lain-lain.
Akibat menyerapnya teori-teori kepemimpinana yang dibawa oleh orang-orang barat, kedalam pemahaman orang-orang muslim, ini mengakibtkan terjadinya, ketimpangan dalam memahami, ajaran kepemimpinana islam, seperti contoh kasus, boleh tidaknya seorang wanita menjadi pemimpin, ini merupakan problem yang sangat fundamental, di dalam masyarakat kita sekarang, dan ini menjadi tugas kita, untuk kembali meluruskan, pemahaman tentang kepemimpinan menurut ajaran islam, yang berlandaskan AL-Quran dan sunnah.
Sejarah islam mencatat, keberhasilan para pemimpin dikalangan umat islam, khususnya ketika zaman Rasulullah SAW. Konsep kepemimpinan ini masih menjadi sebuah tanda tanya besar dikalangan umat islam sendiri, apalagi ditambah dengan, semakin hilangnya pigur-pigur, dan tokoh-tokoh yang mahir dalam kepemimpinan, perbedaan tersebut karena di pengaruhi oleh, ajaran-ajaran orng barat yang mencoba untuk mengikis habis, pemahaman asli umat islam terhadap kepemimpinan.
Seiring dengan bergantinya zaman, maka bergantipulalah sistem kepemimpinan, akan tetapi bagi umat islam sistem kepemimpinana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnyalah, sistem yang paling baik dan akurat, dengan tidak mengenyampingkan sistem-sistem baru yang memang itu sejalan dengan yang dicontokan rasul, dan diajarkan didalam Al-Quran.
Akan tetapi kini, banyak umat islam yang mencoba menerapkan sistem baru, yang bervariasi ragamnya, yang jelas itu tidak sejalan dengan apa yang telah dianjurkan Rasulullah SAW. Perlu ditekankan disini, bahwa sebuah sistem betapapun baiknya tanpa dijalankan oleh pemimpin yang baik tentu tidak akan jalan. Seperti saat ini, betapa banyak dan lengkap perangkat hukum di negara yang kita cintai, namun mengapa semuanya amburadul.
System adalah kata lain dari aturan main. Maka sangat tidak mungkin aturan main yang dibuat dan cocok untuk bangsa lain dapat dipakai dan diterapkan dalam sebuah Negara yang telah memiliki system tersendiri. Dan jika kita tetap berharap dan berusaha lebih keras, bukan suatu keniscayaan apabila suatu saat nanti akan terbentuk suatu pemimpin dan kepemimpinan yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum Allah yang mendasarkan segala aspek kehidupan hanya dengan Al-Quran dan As-Sunnah, seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.


By: Mardiyah, Mz