| Kematian juga dikemukakan oleh Al-Quran dalam konteks menguraikan nikmat-nikmat-Nya kepada manusia. Dalam surat Al-Baqarah (2): 28 Allah mempertanyakan kepada orang-orang kafir. "Bagaimana kamu mengingkari (Allah) sedang kamu tadinya mati, kemudian dihidupkan (oleh-Nya), kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kamu dikembalikan kepada-Nya." Nikmat yang diakibatkan oleh kematian, bukan saja dalam kehidupan ukhrawi nanti, tetapi juga dalam kehidupan duniawi, karena tidak dapat dibayangkan bagaimana keadaan dunia kita yang terbatas arealnya ini, jika seandainya semua manusia hidup terus-menerus tanpa mengalami kematian. Muhammad Iqbal menegaskan bahwa mustahil sama sekali bagi makhluk manusia yang mengalami perkembangan jutaan tahun, untuk dilemparkan begitu saja bagai barang yang tidak berharga. Tetapi itu baru dapat terlaksana apabila ia mampu menyucikan dirinya secara terus menerus. Penyucian jiwa itu dengan jalan menjauhkan diri dari kekejian dan dosa, dengan jalan amal saleh. Bukankah Al-Quran menegaskan bahwa, "Mahasuci Allah Yang di dalam genggaman kekuasaan-Nya seluruh kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapakah di antara kamu yang paling baik amalnya, dan sesungguhnya Dia Mahamulia lagi Maha Pengampun" (QS Al-Mulk [67]: 1-2).1 Demikian terlihat bahwa kematian dalam pandangan Islam bukanlah sesuatu yang buruk, karena di samping mendorong manusia untuk meningkatkan pengabdiannya dalam kehidupan dunia ini, ia juga merupakan pintu gerbang untuk memasuki kebahagiaan abadi, serta mendapatkan keadilan sejati. KEMATIAN HANYA KETIADAAN HIDUP DI DUNIA Ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabi menunjukkan bahwa kematian bukanlah ketiadaan hidup secara mutlak, tetapi ia adalah ketiadaan hidup di dunia, dalam arti bahwa manusia yang meninggal pada hakikatnya masih tetap hidup di alam lain dan dengan cara yang tidak dapat diketahui sepenuhnya. "Janganlah kamu menduga bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, tetapi mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki" (QS Ali-'Imran [3]: 169). "Janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang meninggal di jalan Allah bahwa 'mereka itu telah mati,' sebenarnya mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya" (QS Al-Baqarah [2]: 154). Imam Bukhari meriwayatkan melalui sahabat Nabi Al-Bara' bin Azib, bahwa Rasulullah Saw., bersabda ketika putra beliau, Ibrahim, meninggal dunia, "Sesungguhnya untuk dia (Ibrahim) ada seseorang yang menyusukannya di surga." Sejarawan Ibnu Ishak dan lain-lain meriwayatkan bahwa ketika orang-orang musyrik yang tewas dalam peperangan Badar dikuburkan dalam satu perigi oleh Nabi dan sahabat-sahabatnya, beliau "bertanya" kepada mereka yang telah tewas itu, "Wahai penghuni perigi, wahai Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Ummayah bin Khalaf; Wahai Abu Jahl bin Hisyam, (seterusnya beliau menyebutkan nama orang-orang yang di dalam perigi itu satu per satu). Wahai penghuni perigi! Adakah kamu telah menemukan apa yang dijanjikanTuhanmu itu benar-benar ada? Aku telah mendapati apa yang telah dijanjikan Tuhanku." "Rasul. Mengapa Anda berbicara dengan orang yang sudah tewas?" Tanya para sahabat. Rasul menjawab: "Ma antum hi asma' mimma aqul minhum, walakinnahum la yastathi'una an yujibuni (Kamu sekalian tidak lebih mendengar dari mereka, tetapi mereka tidak dapat menjawabku)."2 Demikian beberapa teks keagamaan yang dijadikan alasan untuk membuktikan bahwa kematian bukan kepunahan, tetapi kelahiran dan kehidupan baru. MENGAPA TAKUT MATI? Di atas telah dikemukakan beberapa faktor yang menyebabkan seseorang merasa cemas dan takut terhadap kematian. Di sini akan dicoba untuk melihat lebih jauh betapa sebagian dari faktor-faktor tersebut pada hakikatnya bukan pada tempatnya. Al-Quran seperti dikemukakan berusaha menggambarkan bahwa hidup di akhirat jauh lebih baik daripada kehidupan dunia. "Sesungguhnya akhirat itu lebih baik untukmu daripada dunia" (QS Al-Dhuha [93]: 4). Musthafa Al-Kik menulis dalam bukunya Baina Alamain bahwasanya kematian yang dialami oleh manusia dapat berupa kematian mendadak seperti serangan jantung, tabrakan, dan sebagainya, dan dapat juga merupakan kematian normal yang terjadi melalui proses menua secara perlahan. Yang mati mendadak maupun yang normal, kesemuanya mengalami apa yang dinamai sakarat al-maut (sekarat) yakni semacam hilangnya kesadaran yang diikuti oleh lepasnya ruh dan jasad. Dalam keadaan mati mendadak, sakarat al-maut itu hanya terjadi beberapa saat singkat, yang mengalaminya akan merasa sangat sakit karena kematian yang dihadapinya ketika itu diibaratkan oleh Nabi Saw.- seperti "duri yang berada dalam kapas, dan yang dicabut dengan keras." Banyak ulama tafsir menunjuk ayat Wa nazi'at gharqa (Demi malaikat-malaikat yang mencabut nyawa dengan keras) (QS An-Nazi'at [79]: 1), sebagai isyarat kematian mendadak. Sedang lanjutan ayat surat tersebut yaitu Wan nasyithati nasytha (malaikat-malaikat yang mencabut ruh dengan lemah lembut) sebagai isyarat kepada kematian yang dialami secara perlahan-lahan.3 Kematian yang melalui proses lambat itu dan yang dinyatakan oleh ayat di atas sebagai "dicabut dengan lemah lembut," sama keadaannya dengan proses yang dialami seseorang pada saat kantuk sampai dengan tidur. Surat Al-Zumar (39): 42 yang dikutip sebelum ini mendukung pandangan yang mempersamakan mati dengan tidur. Dalam hadis pun diajarkan bahwasanya tidur identik dengan kematian. Bukankah doa yang diajarkan Rasulullah Saw. untuk dibaca pada saat bangun tidur adalah: "Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami (membangunkan dari tidur) setelah mematikan kami (menidurkan). Dan kepada-Nya jua kebangkitan (kelak)." Pakar tafsir Fakhruddin Ar-Razi, mengomentari surat Al-Zumar (39): 42 sebagai berikut: "Yang pasti adalah tidur dan mati merupakan dua hal dari jenis yang sama. Hanya saja kematian adalah putusnya hubungan secara sempurna, sedang tidur adalah putusnya hubungan tidak sempurna dilihat dari beberapa segi." Kalau demikian. mati itu sendiri "lezat dan nikmat," bukankah tidur itu demikian? Tetapi tentu saja ada faktor-faktor ekstern yang dapat menjadikan kematian lebih lezat dari tidur atau menjadikannya amat mengerikan melebihi ngerinya mimpi-mimpi buruk yang dialami manusia. Faktor-faktor ekstern tersebut muncul dan diakibatkan oleh amal manusia yang diperankannya dalam kehidupan dunia ini Nabi Muhammad Saw. dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad menjelaskan bahwa, "Seorang mukmin, saat menjelang kematiannya, akan didatangi oleh malaikat sambil menyampaikan dan memperlihatkan kepadanya apa yang bakal dialaminya setelah kematian. Ketika itu tidak ada yang lebih disenanginya kecuali bertemu dengan Tuhan (mati). Berbeda halnya dengan orang kafir yang juga diperlihatkannya kepadanya apa yang bakal dihadapinya, dan ketika itu tidak ada sesuatu yang lebih dibencinya daripada bertemu dengan Tuhan." Dalam surat Fushshilat (41): 30 Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan bahwa Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), 'Janganlah kamu merasa takut dan jangan pula bersedih, serta bergembiralah dengan surga yang dijanjikan Allah kepada kamu.'" Turunnya malaikat tersebut menurut banyak pakar tafsir adalah ketika seseorang yang sikapnya seperti digambarkan ayat di atas sedang menghadapi kematian. Ucapan malaikat, "Janganlah kamu merasa takut" adalah untuk menenangkan mereka menghadapi maut dan sesudah maut, sedang "jangan bersedih" adalah untuk menghilangkan kesedihan mereka menyangkut persoalan dunia yang ditinggalkan seperti anak, istri, harta, atau hutang. Sebaliknya Al-Quran mengisyaratkan bahwa keadaan orang-orang kafir ketika menghadapi kematian sulit terlukiskan: "Kalau sekuanya kamu dapat melihat malaikat-malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka serta berkata, 'Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar' (niscaya kamu akan merasa sangat ngeri)" (QS Al-Anfal [8]: 50) "Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya sambil berkata, 'Keluarkanlah nyawamu! Di hari ini, kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah perkataan yang tidak benar, dan karena kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya" (QS Al-An'am [6]: 93). Di sisi lain, manusia dapat "menghibur" dirinya dalam menghadapi kematian dengan jalan selalu mengingat dan meyakini bahwa semua manusia pasti akan mati. Tidak seorang pun akan luput darinya, karena "kematian adalah risiko hidup." Bukankah Al-Quran menyatakan bahwa, "Setiap jiwa akan merasakan kematian?" (QS Ali 'Imran [3]: 183) "Kami tidak menganugerahkan hidup abadi untuk seorang manusiapun sebelum kamu. Apakah jika kamu meninggal dunia mereka akan kekal abadi? (QS Al-Anbiya' [21]: 34) Keyakinan akan kehadiran maut bagi setiap jiwa dapat membantu meringankan beban musibah kematian. Karena, seperti diketahui, "semakin banyak yang terlibat dalam kegembiraan, semakin besar pengaruh kegembiraan itu pada jiwa; sebaliknya, semakin banyak yang tertimpa atau terlibat musibah, semakin ringan musibah itu dipikul." Demikian Al-Quran menggambarkan kematian yang akan dialami oleh manusia taat dan durhaka, dan demikian kitab suci irõi menginformasikan tentang kematian yang dapat mengantar seorang mukmin agar tidak merasa khawatir menghadapinya. Sementara, yang tidak beriman atau yang durhaka diajak untuk bersiap-siap menghadapi berbagai ancaman dan siksaan. Semoga kita semua mendapatkan keridhaan Ilahi dan surga-Nya |
Mengayun Dzikir Menantang Fikir
Kamis, 21 Februari 2013
Semoga Nenek Masuk Surga
Sabtu, 12 Januari 2013
Kampus Peradaban
Kampus peradaban , inilah harapan untuk
sebuah kampus dan inilah yang menjadi harapan setiap kampus. Kampus adalah
salah satu wadah yang menjadi salah satu tempat bagi para intelektual. Para
intelektual datang dari berbagai penjuruh dan pelosok daerah untuk melanjutkan
pendidikan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi dan untuk mengasah kembali
keintelektualannya, inilah yang sering dinamakan dengan sebutan dunia kampus.
Disinilah para intelektual intelektual mengaduh nasib dan berjuang untuk
menjadikan sebuah proses untuk mengasah keintelektualannya dengan cara
berproses untuk mencapai suatu titik dalam kehidupannya.
Para intelektual kampus atau biasa disebut
dengan sebutan mahasiswa adalah sebagai pilar
dalam dunia Kampus. Mahasiswalah yang akan membuat kampus menjadi suatu
tempat yang akan menjadi peradaban bagi intelektual inetlektual, akan tetapi
perang mahasiswa bukan hanya satu
satunya pilar sebagai penentu untuk menjadikan kampus sebagai peradaban, ada
berbagai pihak yang takkalah pentingnya untuk menjadikan kampus menjadi suatu
peradaban, salah satunya adalah pihak yang sering dikatakan sebagai pelaksana
atau penyedia, atau dengan sebutan para akademisi, atau sering disebut sebagai
pembimbing bagi para intelektual dengan kata lain para pimpinan.
Apabila Para intelektual dan para pembimbing
mempunyai arah yang jelas dan tujuan yang pasti dalam kehidupan dunia kampus,
atau lebih sering disebut dengan kata visi dan misi, tentulah akan menciptakan
yang namanya sebuah kampus yang berpradaban, yang bukan hanya sebutan kata
kampus peradaban akan tetapi menjadikan tempat yang benar benar beradab, baik
dilihat dari para mahasiswa maupun dari pihak pihak akademisi demi mencapai sebuah
titik harapan didalam sebuah peradaban.
Akantetapi dengan realitas dan berbagai
dinamika dinamika dan problematika problematika yang terjadi dalam dunia
kampus, masih bisakah dikatakan kampus sebagai wadah bagi para intelektual,?Itu
adalah sebuah pertanyaan yang mendasar untuk sebuah kampus, atau apakah kampus
hanya sebagai sebuah simbol belaka yang menjadi sebuah tempat yang diagung
agungkan para intelektual dalam mengasah keintelektualannya, akan tetapi itu
hanya sebuah pandangan yang kosong tanpa arti dan makna yang jelas, dikarnakan
apa yang dibayangkan sebagai tempat untuk mengasah keintelektualannya itu tidak
sesuai dengan khorespondensi akan tetapi hanya sebuah tempat yang prakmatis.
Apalagi bila dikatakan kampus adalah sebuah
peradaban untuk intelektual intelektual,
bagi saya itu adalah sesuatu yang kontradiksi dengan realitas yang ada,
dikarnakan kampus peradaban itu hanya sebuah sebutan yang tidak khorespondensi, karena apabila kita ingin
melihat dan merasakan yang namanya sebuah peradaban itu tidak hanya sebagai
sebutan kosong yang tanpa ada implementasinya. Maka timbullah pertanyaan Apakah
kampus bisa dikatakan sebuah peradaban bagi para intelektual?, tentunya apabila
kita melihat dan menganalisa dengan kondisi kampus dengan realitasnya, tentu
kita akan mengatakan kampus itu tidak akan pernah bisa dikatakan sebuah tempat
yang berpradaban.
Bukan lagi halnya dengan mahasiswa yang
sering disebut dengan kata lain para intelektual kampus, yang tidak mempunyai
tujuan dan arah yang pasti dalam menjalani layaknya kehidupan dalam dunia
kampus yang hanya terjebak dan terjerumus dalam lilku liku dari berbagai
dinamika dinamika dan rekayasa yang dibuat oleh pihak pihak yang seolah olah
untuk kepentingan mahasiswa atau para intelektual, akantetapi itu hanya sebuah
simbol belaka yang mempunyai tujuan dibalik tujuan itu, yang mempunyai tujuan
yang tidak jelas dan menjadikan mahasiswa sebagai korban dari rekayasa sosial.
Mereka para mahasiswa yang telah terjerumus dan terjebak dalam rekayasa yang
telah dibuat oleh para kaum kaum yang biadab yang mengatakan dirinya beradab,
telah membuat para mahasiswa menjadi budak budak dalam kehidupan dunia kampus.
Akan tetapi Anehnya dan menurut saya sangat ironis ternyata banyak para
mahasiswa yang telah terjerumus tidak mengatui bahwa dirinya telah berada dalam
rekayasa kehidupan kampus.
Maka melihat realitas sebagaian mahasiswa,
khususnya yang telah terjerumus dalam dinamika atau korban rekayasa, tentulah
timbul pertanyaan. Masih layakkah mahasiswa dikatakan sebagai para
intelektual.? Jawabannya tentu ada pada diri kita masing masing. Dan apabila
kita menganngap diri kita sebagai mahasiswa atau dengan kata lain para
intelektual, maka maknailah segala sesuatu dengan melihat makna dibalik
realitas yang terjadi. Tentunya kita harus mempunyai pribadi yang tidak menjadi
korban rekayasa dalam berbagai dinamika kampus, kita harus memiliki sifat yang
biasa disebut dengan kata RAKUS, Rasional, Analisis, Kritis Universal dan
sistematis, dalam bertindak atau dengan kata lain berpikir secara Radikal.
Jadi pada hakikatnya apabila kita ingin
menjumpai yang namanya kampus sebagai wadah para intelektual, dan sebagai
tempat untuk mengasah keintelektualan, apalagi sebuah tempat yang dikatakan
sebuah tempat yang berpradaban maka perlu ada realisasi yang aktualisasi demi
meraih visi dan misi.
Analisis
Kampus
Ramli
JIKA INGIN BESAR, HIMPUNLAH KEKUATAN!!! OLEH : MUH. KAMAL GANI S.
"Dan Allah telahmenjanjikankepada
orang-orang yang beriman di antarakamudan yang mengerjakankebajikan,
bahwaDiasungguhakanmenjadikanmerekaberkuasa di mukabumiinisebagaimanaDiatelahmenjadikan
orang-orang sebelummerekaberkuasa. Dan sungguhDiaakanmeneguhkanbagimerekadengan
agama yang telahDiaridhoi. Dan Diabenar-benarakanmengubah (keadaan)mereka,
setelahberadadalamketakutanmenjadiamansentosa. Merekamenyembah-Ku dengantidakmempersekutukan-Kudengansesuatupun.Tetapibarangsiapa
(tetap) kafirsetelah (janji) itu, makamerekaitulah orang-orang yang fasik"(QS. An-Nuur: 55)
Ayattersebutmerupakanayatmotivasi
yang di dalamnya Allah Swt.telahberjanjikepada orang
berimandanmengerjakanamalsholehbahwadiantaramerekaakanbermunculanpemimpin yang
akanberkuasa di mukabumiini. Janji Allah Swt. merupakansebuahkepastian yang
tidakakanpernahdiklarifikasi.Sejarahtelahmencacatbahwaterdapatbanyak orang
berimanlagisholehmemimpinumatdarikalanganNabidanRasulmaupundarikalanganpengikutnya.Sebutsaja
Abu BakarShiddiq, Umar Bin Khattab, Usman bin Affan, Ali Bin Abu Thalib, Umar
Bin Abdul Aziz, Muhammad Al Fatih, Salahuddin Al Ayyubi, Salman Al Farisi,
Khalid Bin Walid, danmasihbanyaklagi, merekaadalahpemimpin-pemimpinshalehbukandarikalangannabidanrasultetapimampumengimanidanmengamalkanajaran-ajarannya.
Kisah-kisahpemimpinberimandansholehdalamsejarahbukanlahnarasibiasa.Kekuasaan
yang diraihbukanjugadengancarabiasa,
merekaharusmelawanberbagaikekejamandaripenguasadiktatordanotoriterpadamasanya.
Perlakuan yang merekadapatkantidaklahsesederhana yang kitabayangkan,
merekadicaci, dikejar-kejar, dipenjarakan,
ataubahkanmendapatsayatanpedangdarimusuh.Dari
itukitadapatmembayangkanbahwauntukmemperolehkekuasaantidaklahsemudahmembalikantelapaktangan.Ternyataadabanyaktahapan
yang merekalaluisebelumakhirnyamenumbangkanrezimpenguasazhalimkemudianmeraihkemenangandanberkuasa.
“Dan Kami
hendakmemberikankaruniakepada orang-orang yang tertindas di bumi,
danhendakmenjadikanmerekapemimpindanmenjadikanmereka orang-orang yang mewarisi
(bumi), danakan Kami teguhkankedudukanmereka di mukabumidanakan Kami
perlihatkankepadaFir’aun, Haman danbalatentaranyaapa yang
selalumerekakhawatirkandarimerekaitu”
(QS Al Qashash:6)
Kemenangantidakdiraihdengankuantitasdankualitaspendukung
yang rendah.Untukmemenangkanpeperangantentunyatidakdihadapipemimpinseorangdiri,
adabanyakkekuatan yang berada di belakangnya, itulah yang
menjadifaktorkemenangan.LihatlahkondisisaatPerangBadar,
denganjumlahpasukanmuslim yang sedikitdibandingpasukanlawanberbandingsatu
banding tigatetapi di akhirpeperanganternyatapasukanmuslimmemperolehkemenangan,
iniberarti yang menjadifaktorutamadarikemenanganitubukanlahdarikuantitastetapikualitaspasukan
yang hebatdankeimanan yang merekamiliki. Orang-orang yang paling
kuatditempatkandi bagiandepanuntukmemimpinpasukandibelakangnyagunanya agar menumbuhkanoptimismepasukan
dibelakangnyadanjugabarisantidakakanmudahditembusolehlawan. Bayangkanjika
orang-orang lemahditempatkandi depan,belummenyerangsudahmundurduluan.Mungkinkitaberpikirfaktorkuantitas
yang tinggimenentukankemenangan,
akantetapirealitaPerangBadartelahmembuktikandanmengubahparadigma.
Nah,sekarangmarirealitasejarahitukitabawakekampus.Namunsebelumnyakitaperlutahukondisikampuspadaumumnya.Ada
banyakkebaikan-kebaikan yang
munculdarikampusnamuntidaksedikitjugakemungkaranmuncul di tengah-tengahmasyarakatnya.Sebagaicontohanarkisme,
tindakanasusila, korupsi, dan lain-lain.Kampusolehbeberapa orang dikatakansebagaiminiaturperadabandanmerupakancita-citakitasemuadimanamasyarakat
di dalamnyajugaberadab. Di kampusjugaterdapatbanyaklembagaatauorganisasi yang
ikutmewarnaipolapikirmasyarakatnyabaikitu “kekiri-kirian” sampai “yang paling
kanan”, salahsatunyaadalahLembagaDakwahKampus yang dianggapsebagailembaga
“pertengahan”. Pertengahan yang
dimaksudyaitutidakmemihakpadakeduanyanamunpunyaprinsipdanwarnasendiridalammerealisasikankebenaranmelaluireferensiutamaumatmuslim,Al-Qur’an
dan As-Sunnah.
KeberadaanLembagaDakwahKampus (LDK)sebagailembaga
formal atau non formal di kampusmerupakanjawabandarikegelisahanataskekhawatiran
yang terjadi di masyarakatkampus.Denganvisidanmisi yang
jelasdiharapkanmampumengubahkondisitersebutmenjadikeadaan yang lebihbaik.Namun
di beberapakampuskeberadaan LDK belumdikatakansebagailembaga yang
diperhitungkan di kampuskarenaperannya yang
masihbelummaksimalditengah-tengahmasyarakatkampus.
Sistemkelembagaan yang
jelasdanterarahmerupakanciridariLembagaDakwahKampus.Keberagamankondisikampusjugamenyebabkanpoladakwah
LDK harusberagamtetapitentunyatetapberadapadajalurkebenarandankoordinasipusat.Ibarattanah
di sebuahlahan, adatanaman yang cocok di tanamidanada yang tidakcocok, dantidakbisadipaksakanjikatidakcocok,
semuanyatergantungpadakondisiekosistemnya.JikakitamengkajiSirohNabawiyah,
disituditerangkanbahwaRasulullah pun menerapkanpoladakwah yang beragam di beberapatempatdansesuaidenganobjekdakwahbeliaudalamkaitannyamenyebarkan
Islamnamuntetapmemilikijalurkoordinasi yangtidakberbeda (Allah SWT.,
MalaikatJibril, Rasulullah, Umat).
JalurKoordinasi LDK
Puskomnas FSLDKPuskomda FSLDKLDKLDFLDJ
Keterangan: PusatKomunikasiNasional (Puskomnas), PusatKomunikasi
Daerah (Puskomda), Forum Silaturrahim LDK (FSLDK), LembagaDakwahKampus (LDK),
LembagaDakwahFakultas (LDF), LembagaDakwahJurusan (LDJ)
LDK Al Jami’ adalahsalahsatulembaga
formal yang tergabungdalam Unit KegiatanMahasiswa di Universitas Islam Negeri
(UIN) Alauddin Makassar sejaktahun 2006 silam.Berdasarkansejarahitu, UKM LDK Al
Jami’ terbilangmudadibanding UKM lainnya yang telah lama berdiri.Namunkiprahnya
di kampus UIN Alauddinsangatnampakdi
kalanganmahasiswamaupunbirokrasikampuslewat agenda-agenda syi’arnya.Agenda-agenda
tersebut yang membuatlembagainimenjadidinamis.
Berikutinibeberapa biro
dandepartemen yang adadalam UKM LDK Al Jami’:DepartemenKaderisasidanPengembangan
SDM, DepartemenSyiar, DepartemenKajianStrategisantarlembaga, Biro
Kesekretariatan, Biro Dana dan Usaha. Dari beberapaDepertemendan Biro tersebut,
kesemuanyamembutuhkanbanyakpersonil, ide, daneksekutor.Kuantitastinggidalamsebuahlembagamemangpentinguntukpenyaluranamanah,
semakinbanyakamanah yang
ditetapkanmakasemakinbanyakbutuhpersonil.Namunfaktanya, lembagaatauorganisasi
yang besartidakmemilikibanyakpersonil.Sebuahlembaga yang
besartidakmembutuhkanpengurus yang banyakuntukbergeraktetapimembutuhkankualitaspengurus
yang hebatuntukmenggerakkanmassasepertihalnyaputaranpusaran air dalamsebuahtempatpenampung,
semakinkuatputarannyasemakinbesarpusaran yang ditimbulkan.Begitupula di LDK Al
Jami’,hanyaorang-orang kuatdanhebat yang dijadikansebagaipengurus,gunanya agar
dapatmemimpindanmenggerakkanmassauntukmendukungaksi-aksidakwah.Kekuatandankehebatanitulahirdarikeshalehanpribadi-pribadi
yang menshalehkan.Dan
sudahsaatnyamengulangisejarahpemimpin-pemimpinkuatdansholehmasalalusesuaijanji
AllahSwt.
“Olehkarenaitu,
sejakduluhinggasekarangpemudamerupakanpilarkebangkitan. Dalamsetiapkebangkitan,
pemudaadalahrahasiakekuatannya. Dalamsetiapfikrah,
pemudaadalahpengibarpanji-panjinya.” (Hasan al-Banna)
Makajikainginbesar,
himpunlahkekuatan..!!! (eMKaGe’eS)
Suksesi Kepemimpinan dalam syariat islam
“Setiap
kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas
kepemimpinannya.” Mungkin kata-kata tersebut yang paling cocok dan pas bagi setiap
orang muslim di jagad raya ini. Kenapa tidak, manusia diturunkan di bumi ini
adalah sebagai khalifah yang memakmurkan dan menyemarakkan dunia. Mungkin kita
juga sepakat bahwa pada setiap individu manusia muslim adalah seorang pemimpin.
Yakni memimpin dirinya sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Berbicara
tentang “kepemimpinan”, sungguh alangkah menumbuhkan jiwa semangat bagi setiap
muslim yang peduli akan iman yang diembannya. Jika kita menoleh jauh ke
belakang tentang sejarah awal Islam, tentulah kita akan menemukan banyak
pelajaran yang luar biasa apabila diaplikasikan dalam dunia modern sekarang,
khususnya dalam hal “kepemimpinan”. Bagaimana bentuk kepemimpinan Rasulullah
dan para sahabat-sahabatnya. Dan bagaimana cara pemilihan seorang pemimpin pada
saat itu.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT kemuka bumi ini,
sebagai khalifah (pemimpin) dimuka bumi ini, oleh sebab itu maka manusia
tidak terlepas dari perannya sebagai pemimpin, dimensi kepemimpinan merupakan
peran sentral dalam setiap upaya pembinaan. Hal ini telah banyak dibuktikan dan
dapat dilihat dalam gerak langkah setiap organisasi. Peran kepemimpinan
begitu menentukan bahkan seringkali menjadi ukuran dalam mencari sebab-sebab
jatuh bangunnya suatu organisasi. Dalam pengertian dan hakikat kepemimpinan,
sebenarnya dimensi kepemimpinan memiliki aspek-aspek yang sangat luas, serta
merupakan proses yang melibatkan berbagai komponen didalamnya dan saling
mempengaruhi.
Dewasa ini kita tengah memasuki Era Globalisasi yang
bercirikan suatu interdependensi, yaitu suatu era saling ketergantungan yang
ditandai dengan semakin canggihnya sarana komunikasi dan interaksi.
Perkembangan dan kemajuan pesat di bidang teknologi dan
informasi memberikan dampak yang amat besar terhadap proses komunikasi dan
interaksi
tersebut. Era globalisasi sering pula dinyatakan sebagai era yang penuh dengan
tantangan dan peluang untuk saling bekerja sama. Dalam memasuki tatanan dunia
baru yang penuh perubahan dan dinamika tersebut, keadaan dewasa ini telah
membawa berbagai implikasi terhadap berbagai bidang kehidupan, termasuk
tuntutan dan perkembangan bentuk komunikasi dan interaksi sosial dalam suatu
proses kepemimpinan.
Setiap bangsa, nampaknya dipersyaratkan untuk memiliki
kualitas dan kondisi kepemimpinan yang mampu menciptakan suatu kebersamaan
dan kolektivitas yang lebih dinamik. Hal ini dimaksudkan agar memiliki
kemampuan bertahan dalam situasi yang semakin penuh dengan persaingan, bahkan
diharapkan mampu menciptakan daya saing dan keunggulan yang tinggi. Begitu
pula dalam konteks pergaulan dan hubungan yang lebih luas, setiap negara-bangsa
(nation state) dituntut mampu berperan secara aktif dan positif baik
dalam lingkup nasional, regional maupun internasional.. Namun, harus disadari
pula bahwa dalam setiap proses kepemimpinan, kita akan selalu dihadapkan pada
suatu mata rantai yang utuh mulai dari yang paling atas sampai tingkat yang
paling bawah dan ke samping. Karena itu, pemahaman serta pengembangan dalam
visi dan perspektif kepemimpinan amat diperlukan dalam upaya mengembangkan
suatu kondisi yang mengarah pada strategi untuk membangun daya saing, khususnya
dalam upaya meningkatkan kualitas dan produktivitas bangsa yang ditandai oleh
semangat kebersamaan dan keutuhan.
Kita sekarang dihadapkan kepada dua dimensi kepemimpinan,
antara kepemimpinan islam, dan kepemimpinan barat, islam telah memberi gambaran
nyata akan keberhasilannya dalam memimpin suatu oraganisasi sebagaimana yang
telah dilakukan oleh nabi kita muhammad saw. Akan tetapi disisi lain
orientalis-orientalis barat dengan berbagai teorinya yang ilmiah mencoba
mengalihkan perhatian masyarakat dari kepemimpinan islam, dan berpaling
terhadap kepemimpinan yang ditawarkan oleh orang-orang barat yang jelas-jelas
bertentangan dengan kepemimpinan dalam islam. Walaupun tidak seluruhnya bertentangan dengan
kepemimpinan islam, akan tetapi ini bisa menjadi penyebab bagi ummat untuk
meninggalkan aturan-aturan islam.
Dalam Al-Qur’an
Surat An-nisa: 59 Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ
مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ
وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاًً(النساء:59)
“Hai
orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kesudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(Q.S An-Nisaa: 59)
Rasulullah Saw, adalah tauladan bagi
umat dalam segala aspek kehidupan, khususnya dalam hal kepemimpinan ini beliau
adalah sosok yang mencontohkan kepemimpinan paripurna dimana kepentingan umat
adalah prioritas bagi beliau. Maka sangatlah tepat apabila kita sangat mengidealkan
visi dan model kepemimpinan Muhammad SAW (sang revolusioner yang legendaries,
manusia mulia kekasih Allah SWT).
Eggi yang merupakan seorang eksponen
generasi muda, mengatakan secara tajam bahwa dalam sejarah umat manusia belum
satupun dapat terwujud sosok pemimpin sehebat kepemimpinan Rasulullah SAW,
iapun melontarkan sejumlah kriteria persyaratan yang harus ada dalam sosok
seorang pemimpin, dari apa yang berusaha ia peroleh dari keteladanan
kepemimpinan Rasulullah Saw, yaitu:
1. Pemimpin harus dekat dengan Tuhan
dan konsisten memperjuangkan nilai-nilai dan ajaran Tuhan yang baik dan luhur.
2. Pemimpin haruslah seorang yang
ikhlas (nothing to loose), tanpa mengharap pamrih kecuali untuk beribadah pada
Tuhan melalui pengabdiannya kepada rakyat.
3. Pemimpin harus sosok yang jujur
dan adil. Dan khalifah umar bin khaththab merupakan contoh pemimpin yang mampu
membedakan mana kpentingan pribadi dan mana kepentingan Negara.
4. Pemimpin harus mencintai rakyat
dan mendahulukan kepentingannya diatas kepentingan diri keluarga dan
golongannya.
Nampaknya, empat kriteri tersebut
masih sangat jauh dari harapan apabila kita melihat kembali pada realitas yang
menindas saat ini.kepemimpinan dijadikan alat untuk mengeksploitasi rakyat.
Padahal Islam memandang kepemimpinan sebagai sebuah beban (taklif) dan
amanah, sehingga orang yang diberikan amanah kepemimpinan, dia harus
mengedepankan pelayanan kepada masyarakat. Karena pemimpin adalah khadimul
ummah (pelayan masyarakat).
Oleh karena itu, (Hilal: 2005) Sayid
al-Wakil mengemukakan pendapatnya, bahwa: seorang pemimpin harus memiliki
sekurang-kurangnya lima syarat, yaitu:
1. Muslim
2. Berilmu
3. Adil
4. Memiliki kemampuan memimpin
(skill kepemimpinan)
5. Sehat jasmani sehingga dapat
menjalankan tugas-tugasnya.
Adapun
gambaran kepemimpinan dalam perspektif Islam dan kepemimpinan perspektif Barat,
yakni:
1. Kepemimpinan Dalam Prespektif Islam
Nabi Muhammad SAW merupakan sosok
pemimpin yang terkenal dengan kearifannya, sifat beliau yang menonjol dalam
kepemimpinannya, tidak saja di akui oleh orang-orang islam sendiri tapi juga
diakui oleh orang-orang orientalis barat yang nota bene mereka adalah
orang-orang yang menentang islam, hal ini memberi gambaran kepada kita
bahwasannya kepemimpinan dalam islam bukan saja hasilnya hanya dirasakan oleh
umat islam itu sendiri , akan tetapi dirasakan oleh umat non muslim,
Kepemimpinan islam memberikan prospek yang cerah bagi kelangsungan hidup
manusia di Era Globalisasi sekarang ini yang sarat dengan krisis
kepemimpinannya dan dekadensi moral akibat ulah-ulah para penguasa yang tidak
bertanggung jawab. Dan perlu difahami pula bahwasannya seseorang dikatakan
sebagai pemimpin manakala ia benar-benar beriman dan bertaqwa kepa Allah swt,
dan inilah yang membedakan antara kepemimpinan dalam islam dan kepemimpinan
menurut teori orang-orang barat.
Seorang pemimpin dalam islam itu
tidak boleh terlepas ciri-ciri berikut ini sebagai pedoman dalam memilih calon
pemimpin masa depan:
1) Setia; Pemimpin dan orang yang dipimpin
terikat kesetiaan kepada Allah.
2) Tujuan; Pemimpin melihat tujuan organisasi
bukan saja berdasarkan kepentingan kelompok tetapi juga dalam ruang lingkup
tujuan Islam yang lebih luas.
3) Berpegang pada Syariat dan Akhlak
Islam; Pemimpin
terikat dengan peraturan Islam, boleh menjadi pemimpin selama ia berpegang pada
perintah syariat. Waktu mengendalikan urusannya ia harus patuh kepada adab-adab
Islam, khususnya ketika berurusan dengan golongan oposisi atau orang-orang yang
tak sepaham.
4) Pengemban Amanah; Pemimpin
menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah yang disertai oleh tanggung jawab
yang besar. Qur’an memerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya untuk Allah dan
menunjukkan sikap baik kepada pengikutnya.
Di
dalam Al-Qur’an Allah swt., berfirman:
الَّذِينَ
إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ
وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ
الأُمُورِ(الحج:41(
“Yaitu orang-orang yang jika Kami
teguhkan kedudukan mereka, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah perbuatan yang mungkar… “(QS.22:41).
2. Pemimpin
Dalam presfektif Orientalis Barat
Pada dasarnya prinsip kepemimpinan
dalam presfektif barat hampir sama dengan kepemimpinan dalam presfektif islam,
untuk mencapai suatu keberhasilan dalam merealisasikan visi dan misi suatu
perkumpulan atau organisasi, akan tetapi sebagai mana di jelaskan diawal tadi,
bahwasannya kepemimpinan dalam islam bukan saja hanya mengurus masalah duniawi
semata akan tetapi berkenaanpula dengan masalah akhirat juga, atau lebih
spesifik lagi berkenaan dengan tanggung jawabnya selaku pemimpin kepada Allah
swt, dalam artian pemimpin dalam islam bukan saja bertanggung jawab ketika
didunia tapi ia juga harus bertanggung jawab membawa umatnya kejalan yang benar
yang diridhai oleh Allah swt, sehingga selamat nanti diakhirat kelak. Berbeda
dengan kepemimpinan dalam prespektif barat, mereka meyatakan bahwasannya
seorang pemimpin ialah orang yang mampu mengendalikan massa, dan mampu menguasai
mereka, tanpa menghiraukan penderitaan anggotanya atau organisasi-organisasi
lainnya, yang penting dia merasa senang, walaupun harus tertawa diatas
penderitaan orang lain, seperti yang telah dilakukan oleh pemimpin-pemipin
barat, diantaranya, adolf Hitler, naji, josh.w.bush, dan lain-lain.
Akibat menyerapnya teori-teori
kepemimpinana yang dibawa oleh orang-orang barat, kedalam pemahaman orang-orang
muslim, ini mengakibtkan terjadinya, ketimpangan dalam memahami, ajaran
kepemimpinana islam, seperti contoh kasus, boleh tidaknya seorang wanita
menjadi pemimpin, ini merupakan problem yang sangat fundamental, di dalam
masyarakat kita sekarang, dan ini menjadi tugas kita, untuk kembali meluruskan,
pemahaman tentang kepemimpinan menurut ajaran islam, yang berlandaskan AL-Quran
dan sunnah.
Sejarah islam
mencatat, keberhasilan para pemimpin dikalangan umat islam, khususnya ketika
zaman Rasulullah SAW. Konsep kepemimpinan ini masih menjadi sebuah tanda tanya
besar dikalangan umat islam sendiri, apalagi ditambah dengan, semakin hilangnya
pigur-pigur, dan tokoh-tokoh yang mahir dalam kepemimpinan, perbedaan tersebut
karena di pengaruhi oleh, ajaran-ajaran orng barat yang mencoba untuk mengikis
habis, pemahaman asli umat islam terhadap kepemimpinan.
Seiring dengan bergantinya
zaman, maka bergantipulalah sistem kepemimpinan, akan tetapi bagi umat islam
sistem kepemimpinana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnyalah,
sistem yang paling baik dan akurat, dengan tidak mengenyampingkan sistem-sistem
baru yang memang itu sejalan dengan yang dicontokan rasul, dan diajarkan
didalam Al-Quran.
Akan tetapi
kini, banyak umat islam yang mencoba menerapkan sistem baru, yang bervariasi
ragamnya, yang jelas itu tidak sejalan dengan apa yang telah dianjurkan
Rasulullah SAW.
Perlu
ditekankan disini, bahwa sebuah sistem betapapun baiknya tanpa dijalankan oleh
pemimpin yang baik tentu tidak akan jalan. Seperti saat ini, betapa banyak dan
lengkap perangkat hukum di negara yang kita cintai, namun mengapa semuanya
amburadul.
System adalah kata lain dari aturan
main. Maka sangat tidak mungkin aturan main yang dibuat dan cocok untuk bangsa
lain dapat dipakai dan diterapkan dalam sebuah Negara yang telah memiliki
system tersendiri. Dan jika kita tetap berharap dan berusaha lebih keras, bukan
suatu keniscayaan apabila suatu saat nanti akan terbentuk suatu pemimpin dan
kepemimpinan yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum Allah yang mendasarkan
segala aspek kehidupan hanya dengan Al-Quran dan As-Sunnah, seperti yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
By: Mardiyah, Mz
Langganan:
Postingan (Atom)